gravatar

Pahlawan Eteos (3)

Dinginnya pagi itu agaknya tak begitu dirasakan Franky yang kini sedang duduk melamun diatas tempat tidurnya. Ia terus saja memandangi kaca cendela di depannya dengan tatapan sayu. Sebenarnya hampir tak ada yang menarik dari jendela tersebut selain ukir ukiran pada kayu pembingkai kaca jendela yang memang terlihat unik, terutama pada bagian bawah. Ukiran yang menggambarkan beberapa anak kecil sedang berlarian mengejar seekor kucing menghiasi sisi bawah jendela penginapan tersebut. Bahkan jika diperhatikan lebih jauh, ukiran serupa juga menghiasi hampir seluruh perabotan di kamar itu. Di pintu, di lemari, di meja, hingga di tempat gantungan topi dan mantel. Namun mata Franky tidak benar benar memperhatikan jendela atau ukir ukiran unik tersebut. Pikirannya sibuk menerka nerka apa arti dari mimpinya tadi pagi.


''Teh hangat, Franky?'' tawar Amie membuyarkan lamunan Franky sambil menyodorkan secangkir minuman berwarna biru muda.

''Apa ini?''

''Minumlah...! ini teh asli dari kampung kami, namanya teh Phidelya. Teh ini akan menyegarkan badanmu. Konon dulu Ratu Swazlyra menyuruh para kesatrianya untuk meminum teh ini setiap kali sebelum pergi berperang..yah..mungkin inilah salah satu sebabnya mengapa mereka selalu memenangkan peperangan''

Dengan lesu Franky mulai meneguk minuman yang disodorkan Amie. Pahit namun segar dimulut, setidakny begitulah yang dirasakan pemuda itu ketika meminumnya. Dan benar saja, entah mengapa Franky secara ajaib merasakan badannya menjadi lebih bersemangat, fikirannya menjadi segar dan jauh lebih tenang.

''kau pasti mimpi buruk tentang orang tuamu lagi ya?'' tanya Amie tiba-tiba

''lagi..?''

''iya..setiap menjelang pagi, kamu selalu berteriak histeris seperti tadi pagi..''

''bukannya baru kemarin, kita tiba ditempat ini?'' tanya Franky yang tampak kebingungan

''kamu itu sudah tiga hari tidak sadarkan diri.'' jelas Amie yang diakhiri dengan sebuah senyuman kecil

''hah..selama itu kah??''

''ya..tapi itu wajar, bagi mereka yang baru pertama kali merasakan sensasi gerbang Kingswood. Oh iya..ayo..aku ajak kau berkeliling desa. Nanti aku tunjukkan rumah ayahmu.''

''Yah..baiklah. Tapi jangan lupa..kau berhutang beberapa penjelasan padaku Amie'' kata Franky mengingatkan dan segera bergegas mengejar Amie yang sudah berada diluar kamar.

Penginapan yang ditempati Franky sebenarnya tidaklah terlalu besar dan mewah. Bahkan kesan pertama yang didapat ketika masuk dipenginapan itu adalah tua dan berdebu. Sarang laba-laba disetiap sudut langit langit ruangan serta debu yang menumpuk rata dilantai semakin memperjelas bahwa si pemilik penginapan jarang sekali membersihkannya. Namun semuanya menjadi wajar mengingat Jonathan Brown--si pemilik penginapan--hanya sendirian mengelola penginapan tua itu. Istri dan anaknya meninggal dalam kecelakaan misterius lima belas tahun yang lalu. Saat itu menjadi penyesalan terbesar dalam hidupnya karena lebih memilih untuk menutup penginapan sementara waktu dan mengajak istri serta anaknya bertamasya bersama ke danau Dwiff yang terletak dibelakang desa. Ia tidak mengira bahwa hari itu akan menjadi hari naas bagi diri dan keluarganya. Tak ada yang mengetahui secara pasti tragedi tersebut terjadi, Jonathan sendiri tidak ingat -- atau mungkin tidak ingin mengingat lebih tepatnya -- apa yang terjadi saat itu. Kehilangan kaki kiri, istri tercinta, dan anak tersayangnya cukup membuat pria yang biasa dipanggil ''Jo'' tersebut mengalami frustasi berat selama beberapa bulan. Akan tetapi kini keadaan Jonathan sudah jauh lebih baik dari saat itu. Ia lebih suka bercanda, tertawa dan bahkan membuat lelucon (meski bisa dibilang leluconnya sangat sangatlah garing). Ia menikmati sisa hidupnya kini dengan berusaha untuk selalu gembira dan tertawa. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ia masih menyimpan kesedihan yang mendalam, karena semua itu dapat terlihat dari matanya.

Cuap-cuap

Entri Populer

The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku