Archives

gravatar

10 tokoh termisterius yang pernah muncul di dunia

 Daftar berikut berisi 10 orang misterius yang paling signifikan keberadaannya di dunia, cekidot..

1.Monsieur Chouchani
Monsieur Chouchani (meninggal pada tahun 1968) adalah nickname atau nama julukan yang diberikan pada sosok pengajar Yahudi yang mengajar beberapa siswa di Eropa setelah Perang Dunia ke-2. Kebanyakan siswanya  kemudian berhasil menjadi tokoh ternama, diantaranya adalah Emanuel Levinas (Filsuf dari Perancis), dan Elie Wiesel (Penulis Yahudi, Peraih nobel perdamaian pada tahun 1986). Sangat sedikit yang diketahui tentang Chouchani, termasuk siapakah nama sebenarnya juga masih misterius.
Tidak ada hasil karya fisik (seperti tulisan, publikasi, buku, dll) dari Chouchani, tapi ia meninggalkan warisan intelektual yang sangat luar biasa melalui murid-muridnya. Chouchani merupakan sosok nyentrik, berpenampilan seperti gelandangan, namun memiliki pengetahuan yang sangat luas di antaranya di bidang science, matematika, filosofi dan khususnya Talmud. Pada umumnya, detail mengenai kehidupan Chouchani didapatkan melalui tulisan dan hasil wawancara dengan murid-muridnya. 
Klik di sini untuk melihat lebih jauh tentang Chouchani.
2. The Poe Toaster
The Poe Toaster (Orang yang bersulang dengan Poe) adalah julukan yang diberikan kepada sosok misterius yang memberikan penghormatan kepada penulis ternama dari Amerika, Edgar Allan Poe dengan cara mengunjungi makamnya, setiap tahun, di hari ultah Poe (19 Januari). Tradisi penghormatan tersebut dimulai sejak tahun 1949, satu abad setelah kematian Edgar Allan Poe (1849).
Setiap pagi di tanggal 19 Januari, sesosok dengan pakaian awut-awutan berwarna gelap mengunjungi makam Poe di Baltimore, Maryland. Sosok tersebut lalu mengangkat segelas cognac untuk melakukan toast (bersulang). Sebelum meninggalkan makam, ia meletakkan 3 tangkai mawar merah, dan botol cognac yang tinggal terisi separuhnya di makam poe. 3 tangkai mawar dipercaya merupakan perlambang penghormatan untuk Poe, Virginia (Istri Poe) dan Maria Clemm (Mertua Poe) yang dikuburkan dalam makam yang sama.  Sedangkan maksud dari setengah botol cognac sendiri masih tidak diketahui. Tradisi yang dilakukan oleh Poe Toaster ini masih dilanjutkan sampai sekarang, namun dipercaya bahwa sudah tidak dilakukan oleh orang yang sama (mungkin diwariskan kepada keturunan Poe Toaster yang asli).
Klik di sini untuk melihat lebih jauh tentang the poe toaster.
3. Babushka Lady
Babushka Lady adalah nama julukan yang diberikan kepada sosok wanita misterius yang terlihat ketika terjadinya pembunuhan presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy. Wanita tersebut terlihat memakai jas panjang berwarna coklat, dan scarf di kepala, seperti yang biasa dipakai oleh para wanita lanjut usia di Russia. Scarf tersebutlah yang menjadi awal julukan babushka  yang dilekatkan kepadanya (babushka merupakan bahasa Russia untuk nenek atau wanita lanjut usia). Wanita tersebut terlihat memegang sesuatu di depan wajahnya, yang diyakini merupakan kamera. Dia terlihat di beberapa foto yang mengabadikan lokasi kejadian pembunuhan tersebut. Bahkan setelah keramaian telah berakhir, ia masih terlihat di sana dan memotret dengan kameranya. Beberapa saat kemudian, FBI meminta melalui pengumuman publik agar Babushka Lady menyerahkan hasil jepretan kameranya (mungkin untuk keperluan penyelidikan), namun ia tidak pernah muncul lagi ke depan umum.
Pada tahun 1970, seorang wanita bernama Beverly Oliver, mengaku sebagai Babushka Lady. Namun karena ceritanya mengandung banyak kejanggalan dan inkonsistensi, ia dipercaya sebagai sosok palsu yang ingin numpang tenar . Hingga saat ini tidak ada yang tahu siapa sosok Babushka Lady yang sebenarnya, apa yang ia lakukan di tempat kejadian pembunuhan dan alasan ia tidak mau menyerahkan hasil jepretan kameranya.
 Klik di sini untuk melihat lebih jauh tentang Babushka Lady

4. Kaspar Hauser

Pada 26 Mei 1828, seorang remaja terlihat di jalan di Nuremberg, Jerman. Ia membawa sebuah surat yang ditujukan bagi Kapten Resimen Kavalry ke-6 Jerman. Penulis surat misterius yang dibawa oleh Hauser menyatakan bahwa anak tersebut diberikan kepadanya untuk ditahan sejak ia masih bayi, pada 7 Oktober 1812, dan sejak saat itu anak tersebut dikurung di rumah pria tersebut. Hauser mengklaim bahwa sejak ia dapat mengingat sesuatu, ia telah dikurung sendirian di dalam ruangan gelap berukuran 2×1x1.5 meter dengan ranjang dari jerami sebagai tempat tidur dan kuda-kudaan kayu yang diukir dengan tangan sebagai mainannya. Hauser juga mengklaim bahwa orang pertama yang berinteraksi dengannya adalah pria misterius yang mengunjunginya beberapa saat sebelum ia dibebaskan, yang selalu berhati-hati agar wajahnya tidak terlihat oleh Hauser.
Menurut rumor, Hauser adalah Pangeran dari Baden yang dilahirkan pada 29 September 1812 dan meninggal sebulan kemudian. Dirumorkan bahwa Pangeran tersebut ditukar dengan bayi sekarat, sedangkan pangeran yang Asli adalah Hauser yang muncul 16 tahun kemudian di Nuremberg. Pada tahun 2002, University of Munster melakukan analisa DNA yang membandingkan DNA Hauser dan Stephanie de Beauharnais yang dirumorkan sebagai Ibu dari Hauser (Ratu dari Baden). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekuens DNA tidak identik tapi deviasi yang ditunjukkan tidak terlalu jauh sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa keduanya sama sekali tidak mempunyai hubungan darah.
Klik di sini untuk melihat lebih jauh tentang Kaspar Hauser

5. Fulcanelli
Fulcanelli adalah nama samaran ahli kimia dari Perancis di akhir abad 19 yang identitasnya masih belum diketahui. Banyak misteri yang menyelubungi dirinya, namun salah satu rumor yang paling terkenal adalah cerita yang menyatakan bagaimana murid kesayangannya (Eugene Canseliet) berhasil mengubah 100 gram timah menjadi emas dengan menggunakan sedikit bubuk yang diberikan kepadanya oleh Fulcanelli.
Dipercaya bahwa pada masa Perang Dunia II intelijen Jerman gencar melakukan pencarian untuk menemukan Fulcanelli karena pengetahuannya dalam bidang senjata nuklir. Fulcanelli pernah menemui seorang pakar atom dari Perancis dan memberikan informasi detail yang berhubungan dengan teknologi nuklir dan mengklaim bahwa senjata atom telah digunakan oleh manusia sejak bertahun-tahun yang lampau.
Menurut Canseliet (murid Fulcanelli), pertemuan terakhirnya dengan Fulcanelli adalah pada tahun 1953 di Spanyol. Pada saat pertemuan itu, Fulcanelli yang seharusnya berumur 80 tahun bertubuh lebih muda, dan tampak seperti pria berumur 50 tahun. Pertemuan itu sendiri cukup singkat, lalu Fulcanelli kembali menghilang dari publik untuk selamanya.
Klik di sini untuk melihat lebih jauh tentang Fulcanelli.
6. D. B. Cooper

D.B. Cooper alias Dan Cooper adalah nama samaran yang digunakan oleh seorang pembajak pesawat terkenal dan misterius yang pada 24 November 1971, setelah menerima uang tebusan sebesar $200,000, ia terjun dari bagian belakang pesawat Boeing 727 yang dibajaknya. Pada aksi pembajakannya, Cooper membawa sebuah tas berisi bom dan mengancam akan meledakkannya, bila ia tidak diberikan uang sejumlah $200,000 dan 2 set parasut.
Cooper tidak terlihat sejak saat itu dan tidak diketahui apakah dia berhasil selamat dari penerjunannya. Pada tahun 1980, seorang anak kecil berumur 8 tahun menemukan uang sebanyak $5,800 dollar dalam pecahan $20 di tepi sungai Columbia di Amerika Serikat. Kode seri uang yang ditemukan tersebut sama dengan uang yang diberikan pada Cooper sebagai uang tebusannya.
Pelarian Cooper dari bagian belakang pesawat dengan menggunakan parasut, menyebabkan airport-airport mulai menggunakan metal detector untuk mencegah hal yang sama terulang kembali.
Klik di sini untuk melihat lebih jauh tentang D.B Cooper.

7. Count of St. Germain

Count of St. Germain, yang diduga meninggal dunia pada 27 Februari 1784 adalah seorang bangsawan, petualang, peneliti amatir, pemain biola, komposer, dan seorang yang misterius. Dia juga menunjukkan beberapa keahlian yang berhubungan dengan ilmu kimia. Mitos, legenda dan spekulasi tentang St. Germain terus berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dan berlanjut hingga saat ini. Di antaranya terdapat kepercayaan bahwa St. Germain adalah seorang yang immortal (hidup abadi), seorang ahli kimia yang mempunyai “Elixir of Life” (Cairan Keabadian), dan telah meramalkan terjadinya Revolusi Perancis.


Semenjak kematiannya, banyak organisasi Okultisme yang menjadikannya sebagai tokoh panutan yang dihormati, bahkan ada yang menyembah dirinya. Tidak sedikit pula yang mengaku-ngaku sebagai St. Germain atau merupakan jelmaan dari St. Germain.
8. Man In The Iron Mask

Man In The Iron Mask (Meninggal November 1973) adalah tahanan yang dikurung di sejumlah penjara di Perancis (termasuk penjara legendaris, Bastille) pada masa pemerintahan Raja Louis XIV. Identitas pria ini tidak pernah diketahui karena tidak ada yang pernah melihat wajahnya yang disembunyikan dalam sebuah topeng kulit berwarna coklat. Sekarang kita tahu, bahwa sejak jaman dahulu, orang suka membesar-besarkan cerita karena pada kisah-kisah yang beredar, diceritakan bahwa topeng tersebut terbuat dari baja yang menjadi awal nama julukan yang diberikan kepadanya.
Menurut surat yang diberikan kepada kepala Penjara di Pignerol (Bénigne Dauvergne de Saint-Mars) tempat pertama pria tersebut dipenjarakan, nama pria tersebut adalah Eustache Dauger. Dalam surat itu juga diinstruksikan agar disiapkan sebuah sel yang dilapisi dengan beberapa pintu (untuk mencegah orang dari luar mendengar suara dari dalam sel). Selain itu, juga dikatakan bahwa bila pria tersebut berbicara kepada orang lain selain untuk hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan pribadinya (misalnya dia iseng-iseng tanya,"Bang udah punya pacar lom?"..hhehe :p), dia akan dibunuh seketika. Hingga saat ini tidak ada yang tahu siapa identitas sebenarnya dari pria ini tapi ada beberapa rumor yang mengatakan bahwa Ia adalah saudara dari Louis XIV, Putra dari Raja Charles II, Diplomat dari Italia, dan lain-lain.

9. Gil Perez

Gil Perez adalah seorang tentara Spanyol yang secara tiba-tiba muncul di Meksiko pada 26 Oktober 1593. Ia mengenakan seragam penjaga Istana Del Gobernador di Filipina. Ia mengklaim bahwa ia sama sekali tidak mengetahui bagaimana caranya tiba-tiba dia berada di Meksiko (wow..jangan jangan dia seorang "pelompat"..hhehe). Ia mengatakan, sebelum tiba-tiba berada di Meksiko, ia sedang bertugas di Istana Del Gobernador dan mengatakan bahwa Gubernur Filipina saat itu, Don Gómez Pérez Dasmariñas baru saja dibunuh.
Dua bulan kemudian, sebuah kapal datang dari Filipina ke Meksiko membawa beberapa penumpang. Para penumpang tersebut membenarkan Cerita dari Gil Perez bahwa Gubernur Filipina memang baru saja terbunuh. Salah seorang penumpang kapal bahkan menyatakan bahwa Ia mengenali Perez dan melihatnya di Filipina pada 23 Oktober .1593 (buseeet dah di abad 16 dari Filiphina ke Meksiko cuma 2 hari..hmm) Setelah itu, Perez kemudian kembali ke Filipina dan melanjutkan hidupnya di sana sampai akhir hayatnya.

10. Green Children of Woolpit

Green Children of Woolpit (sepasang anak hijau dari Woolpit) adalah dua orang anak yang secara misterius muncul di desa Woolpit di Suffolk, Inggris pada abad ke-12. Kedua anak tersebut bersaudara, dan mempunyai kulit yang berwarna hijau (Hulk kecil.. :p). Selain kulitnya yang hijau, kedua anak tersebut mempunyai penampilan yang normal seperti manusia kebanyakan. Mereka berbicara dalam bahasa aneh yang tidak dikenali dan tidak mau makan apapun kecuali kacang polong.
Setelah lama kelamaan, kulit kedua anak tersebut kehilangan warna hijaunya dan menjadi warna normal seperti warna kulit manusia pada umumnya. Setelah mempelajari Bahasa Inggris, keduanya menjelaskan bahwa mereka berasal dari suatu desa bernama “St. Martin” yang merupakan tempat yang gelap karena matahari tidak bersinar di sana. Ketika sedang menggembala ternak milik ayah mereka, mereka menemukan sebuah sungai dari cahaya dan mengikutinya, sampai tiba-tiba mereka telah berada di Woolpit. Beberapa teori menyatakan bahwa kedua anak tersebut adalah anak dari dimensi lain, atau alien dari luar angkasa.


Hmm..gimana??? Ada yang tau siapa mereka secara detail???
hhehe..see you next time guys..

Read More...
gravatar

twigigt dan kakek setengah abad (3)

Tiga hari berlalu tanpa ada tanda-tanda kemunculan dari Amie. Franky bosan menunggu, bahkan ia mulai tidak yakin Amie akan datang ke rumah. Kini Franky lebih suka menghabiskan waktu untuk berdiam diri dikamar, setidaknya hal tersebut sedikit dapat menghiburnya. Meski dia tidak sendirian di rumah tersebut, namun sikap Helfre yang belum juga mau berbicara membuat Franky seperti sedang terkurung didalam goa besar yang sunyi.


Pagi ini sudah lebih dari seminggu Franky berada di desa Green Way. Ia mulai memikirkan neneknya. Apa dia marah besar pada Franky lantaran pergi tanpa berpamitan langsung dan hanya meninggalkan surat. Atau saat ini ia sangat sedih karena cucu satu-satunya tiba-tiba menghilang begitu saja. Franky sangat mengkhawatirkan neneknya. Pemuda itu sempat berpikir apa neneknya akan baik-baik saja tanpa dia.

Pintu terbuka, memecahkan lamunan Franky. Helfre berjalan masuk sambil membawa sarapan. Entah ada angin apa, Helfre akhirnya bebicara meski hanya sekedar mempersilakan Franky agar memakan sarapannya. Franky menanggapi hal positif tersebut dengan segera melahap sepiring daging asap yang berada di meja.

''Helfre, apa nenekku pernah datang kemari?'' tanya Franky ditengah makannya.

Helfre yang telah sampai diambang pintu kemudian menghentikan langkahnya. Menoleh kearah Franky dengan wajah yang tampak berpikir. ''Maksud tuan, ibu dari ibu anda?''

''Ya.''

''Seingatku pernah tuan, satu kali. Ketika ayah dan ibu anda menikah, beliau datang. Menginap dua hari dirumah ini,''kata Helfre. ''Saya banyak belajar dari beliau, terutama dalam hal memasak.''

Franky tersenyum. ''Nenek memang seorang koki yang handal,'' ucapnya sembari mengiris daging.

''Anda tidak jadi pergi ke makam, tuan?'' tanya Helfre.

Franky terdiam sejenak. ''Tentu saja jadi, Helfre,'' kata pemuda itu. ''Tapi masalahnya aku belum tahu tempat pemakaman berada dimana, dan Amie yang mau mengantarku pun sampai sekarang belum juga datang.''

''Kenapa anda tidak mengatakannya?'' kata Helfre menanggapi. ''Saya bisa mengantar tuan jika tuan mau.''

Franky seperti orang yang sedang tidur dan tiba-tiba disiram dengan air satu ember. Ia merasa bodoh karena baru menyadari. Tidak pernah terpikir dikepalanya tentang Helfre. Pria tua yang telah mengabdi untuk keluarga Franky selama puluhan tahun tersebut pastilah mengetahui dengan jelas dimana makam ibunya berada. ''Kalau begitu tolong antarkan aku ke makam ibu ya, Helfre,'' pinta Franky seraya meletakkan piring yang telah kosong keatas meja.

''Tentu, tuan,'' jawab Helfre sambil mengangguk pelan.

Beberapa saat kemudian, setelah Franky berganti baju mereka pun berangkat. Helfre tampaknya tidak begitu nyaman dengan pancaran sinar matahari pagi ini. Terlihat dari cara ia menarik kerudung pada jubah untuk menutupi kepala botak miliknya ketika mereka mulai berjalan dijalan setapak. Bagi Franky pagi ini sangat cerah, udaranya terasa begitu menyegarkan tubuh dan itu jelas jauh lebih baik daripada berada didalam rumah yang remang serta sedikit pengap.

Mereka berjalan dengan santai, beriringan layaknya kakek dan cucu yang sama sekali tidak mirip. Terus melangkah melewati monumen Avereos Green lalu berbelok hingga sampai ke pasar. Franky semakin bersemangat ketika melihat keramaian ditempat tersebut. Secuil rasa takut sempat menghinggapi pemuda itu. Bagaimana jika ditengah keramaian tersebut ada antek-antek Corffin yang sedang mengamati, menunggu dia lengah, lalu membunuhnya tiba-tiba. Tapi pikiran itu segera menguap begitu saja ketika ia sampai didepan sebuah kios cinderamata. Kios yang tidak begitu bersih namun memajang ratusan benda menarik mata pejalan kaki yang lewat. Mungkin neneknya perlu dibelikan oleh-oleh, pikir Franky yang seketika menjatuhkan pilihannya pada topi kebun beranyam rotan dengan hiasan beberapa bulu burung berwarna merah di sisinya.

Seperti mengerti apa yang ada didalam otak tuannya, Helfre bubu-buru mengingatkan Franky tentang tujuan mereka keluar rumah. Pemuda itu pun akhirnya melanjutkan perjalanan dengan sedikit rasa kecewa karena harus merelakan topi kebun tersebut tetap tergantung didalam kios yang kotor.

Setelah meninggalkan pasar, beberapa saat kemudian Franky dan Helfre menemui sebuah perempatan besar. Mereka berhenti di ujung perempatan. Helfre nampaknya berpikir sangat keras sebelum menentukan arah kemana mereka harus berbelok. Hal tersebut membuat Franky mulai merasa tak yakin dengan pria tua disampingnya tersebut. Dan ketidakyakinan Franky semakin besar saat jalan yang dipilih Helfre ternyata malah membawa mereka ke tepi hutan, bukan pemakaman.

Mereka kembali ke perempatan. Helfre kemudian memilih arah, kali ini dengan gugup. Meski tidak yakin, Franky tetap mengikuti. Di ujung jalan, tak ada satu nisan pun yang mereka jumpai. Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah gandum, gandum, dan gandum. Ladang gandum didepan mereka membentang luas bagai permadani emas, menyuguhkan panorama yang indah. Namun bukan ini yang Franky cari.

''Helfre, kau yakin benar-benar tahu dimana tempat pemakaman?'' tanya Franky saat mereka berjalan kembali ke perempatan.

Helfre agak gugup. ''tentu ... tentu, tuan ... hanya saja ... desa ini telah ... banyak berubah,'' jawab Helfre terbata-bata.

''Memangnya kapan terakhir kali kau keluar dari rumah?''

''Saat pemakaman ibu tuan,'' jawab Helfre.

Pantas jika Helfre tidak mengingatnya, sudah lebih dari sepuluh tahun pria tua itu terus saja berada didalam rumah. Rasa kesal yang tadinya sempat muncul pada diri Franky kini berganti dengan rasa iba. Begitu setia pria tua itu menjaga rumah orangtuanya, bahkan hingga tidak sekali pun ia pernah keluar meninggalkan rumah tersebut.

Setiba di perempatan -untuk ketiga kalinya- Franky dan Helfre segera mengambil jalan yang tersisa. Franky merasa pernah melewati jalan tersebut. Dan benar saja, lima belas menit berselang mereka berdua sampai di depan penginapan milik Jo.

Franky tidak masuk ke penginapan, matanya sibuk mencari-cari sesuatu. Lalu ia menemukannya, sebuah toko sederhana dengan bunga-bunga eforbia dalam pot berjejer mengihasi bagian depannya dan sebuah papan nama bertuliskan ''Criss and Griss'' tergantung di atas bangunan. Pemuda itu berjalan mendekati toko, menengok bagian dalam lewat kaca besar yang terpasang didinding sebelum akhirnya membuka pintu.

Suara gemerincing lonceng-lonceng kecil mengiringi langkah Franky memasuki ruangan. Wanita dengan google las berlensa hitam muncul dari bawah bufet.

''Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?!'' wanita itu mengucapkan salam tanpa sedikitpun memandang kearah Franky. Ia terlihat sedang sibuk mengelas sebuah benda berbentuk piringan.

''Hai, Griss ...'' sapa Franky. ''Kau sedang sibuk ya?''

Grissilya menghentikan pengelasan, ia menoleh kearah Franky dan membuka google lasnya. ''Oh, rupanya kau Franky,'' seru Grissilya bersemangat. ''Maaf, aku kira si tua gila Jo.''

''Si tua gila Jo?''

''Sebenarnya tidak benar-benar gila sih,'' kata Grisslya sambil tersenyum. ''Tapi ... yah, kau juga tahu kan. Maksudku tentang leluconnya.''

Franky tersenyum. ''Iya, selera humornya memang agak aneh,'' tambahnya.

''Agak aneh? Dia itu sangat aneh, Franky,'' kata Grissilya. ''Pagi tadi saja, ia sudah lima kali memintaku memperbaiki tempat tidurnya. Hah, aku ini kan mekanik..bukan tukang kayu.''

Franky tertawa mendengar Grissilya bercerita tentang Jo. Bercerita tentang kesebalannya mendengar lelucon garing yang Jo lontarkan. Pemilik penginapan tersebut memang selalu mengeluarkan lelucon bodoh hampir disetiap kata-katanya. Franky sendiri juga pernah mendengar lelucon dari Jo, sehingga ia sedikit banyak mengerti yang dirasakan Grissilya.

''Oh, iya. Ada hal penting apa hingga menyempatkan datang kesini, Franky?'' tanya Grissilya yang kini sedang menutup piringan yang dilasnya tadi dengan lempengan logam berbentuk cakram.

''Ah, iya.. hampir lupa,'' kata Franky. ''Apa kau lihat Amie beberapa hari terakhir ini, Griss?''

''Amie.. belum, aku belum melihatnya. Benar juga, kemana dia?'' Grissilya baru menyadari bahwa dirinya juga belum melihat Amie dua hari terakhir. ''Terakhir bertemu waktu ia usai mengantarmu, brati tiga hari yang lalu.''

''Mungkin dia sedang keluar desa,'' kata Cristhoper yang tiba-tiba muncul dari balik pintu belakang toko. ''Mencari rempah-rempah seperti biasanya.''

''Ya, benar juga,'' kata Grissilya membenarkan dugaan kakaknya tersebut.

''Tapi ... apa biasanya juga sampai selama ini?'' tanya Franky.

''Tidak juga sih. Biasanya paling lama dua hari, itu pun pasti ditemani Neo,'' jawab Grissilya. ''Tunggu dulu. Berarti Amie tidak sedang mencari rempah-rempah aku rasa.''

''Kenapa?'' tanya Cristhoper.

''Karena aku bertemu dengan Neo, Zamora, serta Theodore dua hari yang lalu dan semalam juga,''

''Jika para kesatria masih ada di desa, mungkin Amie pergi sendirian kali ini,'' jelas Cristhoper. ''Aku lihat ia juga sudah semakin ahli menggunakan crownya. Jadi wajar kan kalau ia pergi sendiri saja.''

''Benar juga,'' ucap Grissilya. ''Tapi ngomong-ngomong, kenapa kau menanyakannya Franky?'' tanyanya dengan nada curiga. ''Jangan-jangan kau menyukai Amie ya?'' wanita tomboy tersebut bertanya dengan pandangan ingin tahu, membuat Franky menjadi gugup, membuat Helfre menahan keinginannya untuk tertawa, dan membuat Cristhoper terkejut aneh tak karuan.

''Ti...tidak. Tentu saja tidak,'' jawab Franky. ''Hanya saja tiga hari yang lalu Tn. Panini meminta Amie untuk mengantarkan aku ke makam ibuku. Namun sampai sekarang aku belum bertemu dengannya,'' jelas Franky yang disambut desah lega Cristhoper.

''Oh, kau mau pergi ke makam rupanya,'' kata Grissilya. ''Kalau begitu kau sudah hampir sampai, Franky.''

''Benarkah, dimana?''

''Di samping belakang gedung Kingswood.''

''Gedung Kingswood?''

''Bangunan besar dengan menara jam disampingnya yang berada di ujung jalan ini.'' jawab Grissilya. ''Kau tinggal ikuti jalan batu disamping gedung tersebut, nanti pasti sampai.''

Franky melihat keluar dan sekitar dua blok dari tempatnya berdiri ia menemukan bangunan yang dimaksud Grissilya. ''Bangunan disana itukah yang kau maksud, Griss?'' tanya Franky memperjelas.

Grissilya mengangguk. ''Iya, bangunan itu. Bukankah kau pernah kesana?''

''Kapan?''

''Kau datang kesini lewat gerbang Kingswood kan?'' tanya Grissilya. ''Gerbang itu ada didalam bangunan tersebut.''

''Oo... Jadi bangunan itu tempat gerbang Kingswood berada,'' kata Franky. ''Aku tidak terlalu ingat. Aku pingsan begitu sampai disini.''

Grissilya dan Cristhoper tersenyum. ''Yah, pengalaman pertama memang agak memusingkan,'' kata Grissilya. ''Bahkan Criss sampai pucat karena terus saja muntah-muntah waktu pertama kali melewati gerbang.''

''Hey... Setidaknya aku tidak menangis meraung-raung seperti orang kesurupan,'' seru Cristhoper membalas sindiran dari adiknya tersebut.

''Kepalaku terbentur waktu itu, Criss,'' elak Grissilya.

Melihat pertengkaran kecil dua bersaudara didepannya Franky berusaha menengahi. ''Criss, Griss, maaf mengganggu kalian, tapi aku sepertinya harus segera pergi.''

''Oh, iya. Maaf, Franky. Kami memang selalu bertengkar.''

''Yah.. mau bagaimana lagi, kakak adik memang begitu kan,'' tambah Cristhoper sambil nyengir.

''Kalian ini..'' kata Franky. ''Kalau begitu aku permisi ya,'' pamitnya. ''Terima kasih sudah memberitahu, Griss.''

''Sama-sama.''

Franky dan Helfre kemudian keluar dari dari toko dan mulai berjalan menuju tempat pemakaman umum yang disebutkan Grissilya.

Read More...
gravatar

Twigigt dan kakek setengah abad (2)

''Oh, iya. Kalau kau yang menggendongku, kenapa kau tidak terlihat di foto ini?''

Helfre tersenyum. ''Waktu itu saya sangat canggung, jadi tanpa sadar saya membuat diri saya menjadi tembus pandang.''


''Wow..!'' seru Franky kagum. ''Kau bisa membuat dirimu tak terlihat?''

''Semua twigigt dapat melakukannya, tuan,'' jawab Helfre seraya mengambil jarak dari tempat Franky duduk. ''Seperti ini, sekarang anda dapat melihat saya ... sekarang tidak ... melihat ... tidak,'' Helfre memperlihatkan kemampuannya. Franky tampak bersemangat menanggapi, seolah sedang melihat pertunjukan sulap.

''Lalu, bagaimana dengan yang tadi? Kau sedang mengejar apa?''

''Maksud, tuan?''

''Waktu kau tiba-tiba melesat dari bawah perapian,'' jelas Franky. ''Kau sedang mengejar sesuatu kan?''

''Oh, yang tadi itu..'' wajah keriput Helfre mendadak merona merah. ''Saya tadi hanya ... yah anda pasti tahulah ... -sedikit- bermain,'' kata Helfre seraya tersenyum lebar, membuat wajahnya menjadi semakin aneh. ''Semenjak kepergian ayah dan ibu tuan, saya hanya sendiri dirumah ini. Jadi saat saya merasa bosan, sesekali saya melakukan hal seperti menembus kedalam tanah kemudian melesat secepat kilat ke langit-langit sambil bersorak.''

Franky tertawa kecil mendengar jawaban Helfre. ''Terima kasih, Helfre,'' ucap pemuda itu kemudian. ''Terima kasih karena telah tetap setia menjaga rumah ini.''

''Itu sudah menjadi kewajiban saya, tuan muda,'' jawab Helfre yang merasa tersanjung dengan kata-kata yang diucapkan Franky. Sebagai tanda penghormatan, dia membungkukkan badannya serendah mungkin.

Sepersekian detik kemudian, muncul suara gemerucuk aneh diantara mereka berdua. Helfre lalu menatap Franky. ''Anda lapar?''

Franky nyengir mendengar pertanyaan tersebut. Sepertinya perut pemuda itu tidak bisa menahan lebih lama lagi. Franky memang sedang kelaparan. Seharian praktis hanya dua cangkir teh phidelya saja yang melewati tenggorokannya.

''Kalau begitu tunggu sebentar, tuan. Aku akan membuatkan makan malam,'' kata Helfre sambil bergegas pergi. Menembus dinding ruangan meninggalkan Franky.

Franky yang sendiri tidak lagi duduk diam diatas kursi. Ia mulai menjelajah keseluruh sisi ruangan yang tak lagi terselimuti kegelapan. Menatap deretan foto kenangan kedua orangtuanya yang terpajang diatas tempat perapian. Foto ketika mereka menikah, saat mereka sedang berlibur, dan saat mereka berkumpul dengan sahabat mereka. Semua terlihat gembira. Senyum dan tawa mengembang diwajah masing-masing. Tidak menyadari takdir yang buruk tengah menanti keduanya. Franky menghela nafas, ia alihkan pandangannya kesebuah foto berbingkai persegi yang berada dipojok deretan. Tampak lebih bersih daripada yang lain. Franky ingat foto itu buru-buru dikembalikan Tn. Panini ketempatnya saat ia dan Amie masuk keruangan.

Pemuda itu kemudian mengambilnya. Enam remaja tanggung berdiri berimpitan memenuhi foto. Empat pria dan dua wanita. Wiliam muda berdiri paling kanan dalam deretan, menenteng sebuah buku sambil tersenyum penuh arti. Disampingnya seorang pemuda berhidung bengkok yang dikenali Franky sebagai Tn. Panini muda tampak nyengir seraya melipat kedua tangannya didada. Dibelakang Panini muda, berdiri pemuda lain. Tinggi dan berwajah licik. Tangannya menggelantung dipundak Panini. Menatap tajam kearah kamera dan tersenyum angkuh. Ditengah deretan, berdiri seorang wanita muda berkacamata dengan senyum lugunya. Wajah wanita tersebut sangat mirip dengan Amie, hanya saja rambutnya panjang terurai. Mungkin dia adalah ibu Amie, pikir Franky. Disebelahnya, seorang wanita dengan wajah cerdas, bermata biru dan berambut ikal terlihat sedang menahan tawa. Syarah muda tampak sangat gembira pada foto tersebut. Terakhir, pemuda dengan mata cokelat dan rambut berminyak, berdiri paling kiri menatap sayu kedepan tanpa senyuman sedikit pun. Franky menyimpulkan orang-orang dalam foto tersebut adalah para sahabat orangtuanya. Kemungkinan saat itu mereka baru belasan tahun. Franky kemudian meletakkan kembali foto tersebut diatas perapian. Pagi tadi sepertinya Tn. Panini memandang foto tersebut dan tiba-tiba merindukan masa-masa bersama orangtuanya serta sahabat yang lain.

Setelah selesai memandang orantuanya didalam foto, Franky lalu beranjak kesisi lain dari ruangan tersebut. Ia sedikit terhenyak. Sebelumnya dia tidak begitu memperhatikan, dan baru menyadari sekarang bahwa ayahnya ternyata adalah orang yang suka membaca. Sangat suka. Terlihat dari dua rak besar dengan berbagai macam buku memenuhi salah satu dinding ruangan. Dibagian sudut tepatnya disamping rak, sebuah meja kayu penuh ukiran pada kaki-kakinya menarik perhatian Franky. Dia hampiri meja tersebut dan menemukan buku tua bersampul hijau gelap tergeletak diatasnya. Ketika Franky ingin membaca buku tersebut, Helfre masuk. Tidak lagi menembus dinding, ia masuk melalui pintu dengan membawa sebuah nampan berisi satu mangkuk penuh sup dan segelas susu.

''Silakan, tuan!'' Helfre mempersilakan.

''Oh, iya. Terima kasih,'' jawab Franky. Pemuda itu pun makan dengan lahapnya. Menikmati sup buatan Helfre. ''Sup yang enak, Helfre,'' kata Franky setelah selesai makan.

''Terima kasih, tuan. Saya akan menyiapkan kamar untuk anda.''

''Yah. Tapi mungkin aku akan disini dulu.''

Setelah makan malam, Helfre pergi menyiapkan kamar. Sedang Franky mulai membaca buku yang ada dimeja. Ternyata itu adalah buku catatan ayahnya. Tidak seperti buku harian milik ibunya yang kebanyakan memuat pengalaman-pengalaman Syarah di Afromesia, buku tua itu lebih menyerupai ensyclopedia. Berisi tentang bermacam-macam kata yang asing bagi Franky.  Terlihat menarik, sisa malam itu pun dia habiskan untuk membaca buku.

Keesokan paginya Franky terlambat bangun. Dia mandi secepat kilat, dan sarapan didapur dengan tergesa-gesa. Membuat Helfre yang kini terlihat lebih ceria sedikit kebingungan.

''Tuan, kenapa anda terlihat seperti sedang tergesa-gesa?'' tanya Helfe saat menuangkan teh phidelya kedalam gelas.

''Aku akan mengunjungi makam ibuku pagi ini lalu ... pulang...'' kata Franky dengan sangat pelan diakhir kalimat. Ia tidak mau menyinggung perasaan Helfre. Namun agaknya itu tidak berguna. Karena meskipun pria tua itu tidak memiliki sepasang telinga, nampaknya ia masih dapat mendengar dengan jelas apa yang dikatakan tuannya tersebut. Terlihat dari perubahan mimik wajah yang kembali murung.

''Anda tidak menyukai cara kerja saya, tuan?'' tanya Helfre lesu.

''Tidak, Helfre. Kau bekerja dengan baik. Hanya saja...''

''Kalau begitu saya akan berusaha lebih baik lagi, tuan.''

''Bukan itu. Maksudku...''

''Oh, saya mengerti. Anda pasti tidak suka cara saya melesat dari bawah perapian. Saya berjanji tidak akan melakukannya lagi...''

''Bukan itu ...''

''...dan saya juga berjanji akan bersikap baik, menuruti segala perintah tuan.''

''Helfre...''

''Tidak akan muncul dan menghilang tiba-tiba.''

''Helfre..''

''Tidak akan lagi berjalan menembus dinding, dan..''

''Helfre, kumohon hentikan...!!'' seru Franky yang akhirnya dapat menghentikan kehisterisaan pembantunya.

''Maaf, tuan. Saya hanya..'' suara serak Helfre keluar begitu pelan sehingga menyulitkan Franky untuk mendengarnya.

''Begini, Helfre. Kau bekerja sangat baik. Terima kasih. Tapi aku harus pulang. Kau tentu juga mengetahui kisah mangenai perang Eteos dan  perihal Corffin yang tersegel dalam sebuah pedang kan?'' Franky berusaha menjelaskan. ''Jika aku terus berada disini...maksudku di Afromesia ini, aku hanya akan menjadi incaran para pengikut Corffin. Mereka akan memburu darahku yang dipercaya dapat membuka segel. Jadi untuk keselamatan Afromesia saat ini, lebih baik aku kembali ke duniaku.''

Helfre tidak merespon. Ia berdiri membisu dengan wajah yang masih terlihat murung. Suasana seketika menjadi sangat tidak menyenangkan bagi Franky. Dia kembali pada sarapannya dan makan dengan lambat, berharap Amie datang dan mencairkan suasana.

Setelah sarapan, Franky menunggu kedatangan Amie di ruang baca. Melanjutkan membaca buku yang tadi malam belum ia selesaikan. Terus membaca hingga siang menjelang.

Saat senja tiba, Amie belum juga muncul. Franky mulai merasa sebal. Ketika pintu ruangan terbuka, pemuda itu buru-buru mendongak mencari tahu. Namun itu hanya Helfre yang masuk keruangan sambil membawa makan malam untuknya. Menyalakan perapian dan kemudian kembali keluar tanpa mengatakan apapun. Saat malam telah meninggi, Franky putuskan untuk tidur. Mungkin hari ini Amie sedang sibuk dan akan datang besok pikirnya.

Read More...
gravatar

C.N Blue - I'm A Loner MV (Korean + English Subs)



Read More...
gravatar

Twigigt dan kakek setengah abad (1)

Suara samar-samar dari rerantingan pohon Chanum yang saling bergesekan akibat tiupan angin menjadi satu-satunya suara yang dapat terdengar hingga kedalam rumah kayu besar milik orangtua Franky. Kegelapan malam yang mulai menampakkan diri di luar pun seolah tidak memberi arti lebih pada rumah yang tampaknya memang telah akrab dengan sistem pencahayaan minim tersebut. Praktis Franky yang masih tertidur hanya ditemani sebatang lilin , itupun hanya tinggal tersisa setengahnya karena telah menyala sejak dari pemuda itu mulai berbincang dengan Tn. Panini tadi pagi.


Angin dingin yang berhasil menerobos masuk kedalam ruangan dari celah-celah cendela  berhembus perlahan, membuat suasana menjadi semakin nyaman untuk beristirahat diruangan itu. Di atas kursi empuk berwarna magenta, Franky terlelap dengan keringat dingin yang membasahi seluruh tubuhnya. Nampaknya pemuda itu tidak terlalu menikmati tidurnya kali ini. Tak jarang tubuh Franky menggeliat kekanan dan kekiri seolah mencoba menghindari sesuatu. Kemudian layaknya orang yang baru saja lolos dari jeratan pasir hisap, mendadak tubuh Franky terperanjat dari kursi. Mata biru pemuda itu menatap tajam kegelapan didepan seakan dapat melihat apa yang ada dibaliknya. Jantung yang masih berdetak kencang serta tubuh yang mulai bergetar hebat membuat Franky serasa seperti baru saja dihajar sekawanan preman yang sering mangkal didepan sekolahnya.

Pemuda itu mencoba mendudukkan tubuhnya kembali dan berusaha menenangkan pikirannya. Namun agaknya hal tersebut sia-sia karena rasa lapar yang teramat sangat membuatnya tidak dapat berpikir jernih. Pemuda itu baru saja melihat -dalam mimpinya- sekumpulan binatang menyerupai serigala tapi bermata delapan sedang menyerang seorang gadis bergaun biru laut. Seolah sedang menjaga sesuatu dibelakangnya, gadis itu tidak berupaya sama sekali untuk menghindar dari serangan para serigala hitam yang membabi buta. Alhasil meskipun dapat melumpuhkan beberapa dengan pancaran sinar putih yang melesat tajam keluar dari ujung-ujung jarinya, namun pada akhirnya gadis itu tak mampu mempertahankan diri. Ia roboh, jatuh ketanah yang hitam dan dingin. Franky merasa tak asing dengan perawakan gadìs tersebut. Namun kepalanya tidak berhasil mendapatkan apapun tentang gadis yang -dalam mimpinya- terbaring kaku didepannya. 

Didalam kekalutannya, tiba-tiba Franky mendengar suara langkah kaki. Langkah yang terkesan berat dan sedikit diseret membuat pemuda itu mengesampingkan mimpinya untuk beberapa saat. Suara itu terdengar semakin keras sehingga mengacaukan keheningan malam yang telah terjalin dirumah tersebut. Franky berdiri mengambil sikap waspada karena ia merasa suara itu semakin mendekati ruangannya. Suara langkah itu semakin mendekat dan berhenti tepat didepan pintu ruangan. Franky sempat melihat cahaya hijau terang yang muncul dari celah pintu bagian bawah sebelum akhirnya menghilang saat pemuda itu hendak mengamatinya.

Franky mulai merasa ngeri, terlebih ia baru saja diberitahu pagi tadi bahwa ada banyak makhluk kegelapan yang akan mencoba memburu -darahnya. Serta kenyataan tentang ia baru saja terbangun dari mimpi yang sangat buruk, menambah sempurnanya kengerian yang ia rasakan. Seiring dengan hembusan hawa dingin yang tak lagi menenangkan dan lebih terasa menusuk hingga ke tulang, bulu kuduk Franky perlahan berdiri seolah mengerti dan mendukung sepenuhnya atas perasaan pemuda berambut perak itu. Kemudian ketika seluruh perhatian Franky tertuju kearah pintu masuk, ia mendengar suara gemuruh aneh yang berasal dari balik bawah lantai ruangan. Suara tersebut bergerak pelan melewati tempat Franky berdiri, terus bergerak ke bawah perapian lalu berhenti. Pandangan pemuda itu pun beralih dari pintu ke tempat perapian yang gelap, memajukan kepalanya agar lebih jelas melihat. Namun yang ia temukan hanya setumpuk abu kering yang tersamar oleh kegelapan. Merasa kurang puas dengan hasil pengamatannya, Franky melanjutkan kesisi yang lebih dalam dari perapian itu dan yang ia temukan tidak lebih dari sekedar kegelapan.
 
Secara tidak terduga, cahaya hijau seterang lampu pijar menyembul dari balik abu lalu melesat keatas dengan suara berisik bak lolongan serigala. Sontak Franky yang berdiri beberapa inci dari perapian berteriak sekuatnya. Tubuhnya melompat kebelakang -ke atas kursi baca ayahnya- dengan sendirinya. Jantungnya berdegup sangat kencang seolah dapat terlempar hingga ke kerongkongannya sewaktu-waktu. Pemuda itu meringkuk gemetaran diatas kursi dengan mata yang terus memandang cahaya diatasnya.

Berputar cepat di langit-lagit ruangan beberapa kali sebelum akhirnya turun perlahan dengan anggunnya ke lantai, membuat Franky mengerti bahwa yang dilihatnya adalah segumpal asap yang dapat mengeluarkan cahaya kehijauan. Suara berisik yang berasal dari asap tersebut pun akhirnya berhenti ketika mencapai lantai ruangan. Kemudian dari dalam gumpalan muncul sesosok tubuh, tinggi terbalut jubah lusuh berwarna cokelat lumpur. Sepasang tangan kurus kemudian menyeruak keatas diantara jubahnya. Layaknya orang yang baru saja mempersembahkan sebuah pertunjukan, sosok itu mendongak keatas sambil memejamkan matanya dan terkekeh penuh kepuasan.

''Si...siapa kau?'' tanya Franky dari atas tempat duduknya.

''Helfre... Helfre yang perkasa tentu saja,'' jawab sosok tersebut dengan ringan diikuti kekehan kecil.

Beberapa detik kemudian, tubuh sosok itu terhenyak. Ia seperti baru saja menyadari sesuatu. Dua bulatan yang sedari tadi tertutup oleh keriput tiba-tiba membelalak seolah ingin keluar dari tempatnya. Sosok itu menatap tajam dari balik hidung terongnya kearah pemuda berambut perak yang tampak gemetaran diatas kursi tepat didepannya.

''Siapa kau?''

''Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Kau bukan penduduk desa ini kan?''

''Kau...kau pasti penyusup..'' Helfre terlihat terkejut mendengar kata-katanya sendiri sehingga tanpa sadar ia memundurkan kakinya beberapa langkah.

''Tidak.. Bukan.. Aku bukan penyusup,'' kata Franky mencoba menjawab diantara kebingungannya.

''Lalu kau siapa?''

''Dan kenapa kau bisa berada di rumah milik tuanku?'' tanya Helfre setengah berteriak.

''Apa kau bilang tadi... Rumah milik tuanmu?''

''Ya. Tuan Hegarty adalah tuanku. Kenapa? Kau gemetaran mendengar namanya bukan, penyusup muda?!'' seru Helfre dengan suara seraknya.

''Sudah kubilang, aku bukan penyusup... Namaku Frank... Frank Hegarty,'' kata Franky sambil menurunkan kedua kakinya dari atas kursi dan berusaha duduk dengan sewajarnya.

''Oh, Frank Hegarty ya... Tunggu... Kau bilang namamu Hegarty... Frank Hegarty?'' kata Helfre yang tiba-tiba terkejut  dan menampilkan mimik muka yang aneh.

Franky mengangguk pelan tanda mengiyakan.

''Kau... Kau benar-benar Frank Hegarty... Putra tunggal keluarga tuanku?'' Tanya Helfre yang kini lebih menyerupai lolongan serigala. Tampak gusar, dia melayang kekanan dan kekiri dengan nafas yang tertahan.

''YA.. AKU FRANK HEGARTY..'' Franky dengan jelas mengatakannya.

Seketika tubuh Helfre membeku mendengar jawaban Franky. Mulutnya menganga. Pandangannya hampa namun tidak beralih dari pemuda itu. Muka keriputnya mendadak pucat pasi.

Setelah beberapa saat, Helfre kemudian bergerak pelan. Berjalan menyeret jubahnya menuju tempat perapian. Menyalakan api dengan menjentikan jari-jari kurusnya. Dan ruangan yang tadinya terbenam oleh kegelapan pun dalam sekejap telah berganti terang dan hangat. Helfre lalu beralih kesisi atas perapian. Tampak sedang mencari sesuatu dalam deretan pigura yang tertata rapi. Akhirnya dia menemukan, sebuah foto dalam bingkai kecil diambilnya. Dia tatap foto tersebut sedalam yang ia bisa.

Tampak sedih, Helfre bergerak mendekati Franky. Perlahan berjalan mengitari kursi sambil bersikap seolah sedang mengenang sesuatu. Memandang wajah pemuda yang tadi sempat dibentaknya dari dekat, kemudian tersenyum lebar.

''Aku tak mengira kita dapat bertemu lagi tuan muda,'' kata Helfre yang telah kembali dengan suara seraknya.

Franky hanya tersenyum. Sebenarnya dia tidak begitu mengerti apa yang dimaksud Helfre. Dia juga tidak terlalu nyaman karena deretan gigi tidak teratur dari pria tua itu berada terlalu dekat dengannya. Membuat Franky menjadi gugup dan kikuk.

Kemudian foto itu disodorkan kepada Franky. Sebuah Foto yang terlihat cukup usang. Didalamnya, seorang pemuda gagah paruh baya berambut perak mengkilat dan seorang wanita berparas manis dengan rambut ikal yang terurai sebahu sedang berdiri berdampingan sambil menyuguhkan senyum ramah mereka. Diantara keduanya tampak seorang bayi sehat  sedang melayang-layang sambil tertawa penuh semangat keceriaan.

Franky mengenali foto tersebut. Itu ayah dan ibunya. Dan bayi yang melayang itu adalah dirinya. Sesaat ada semacam kegembiraan yang menyesakkan dada pemuda itu, mencuat begitu saja dari dalam hatinya ketika menatap gambar tak bergerak dari keluarganya tersebut.  Pemuda itu marasa menemukan satu lagi serpihan kenangan tentang orangtuanya. Tapi yang sedikit membingungkan kenapa dia bisa melayang-layang sendiri. Apakah orangtuanya yang membuatnya begitu agar terlihat lucu. Atau dia melakukannya sendiri.

''Tuan muda baru berumur satu tahun saat itu. Dan aku diberi kehormatan untuk menggendong tuan muda oleh ibu tuan saat foto tersebut diambil,'' cerita Helfre sambil sesenggukan.

''Mereka sungguh orang-orang yang baik.. Benar-benar baik,'' ucap Helfre yang diikuti raungan histeris dari mulutnya.

Franky tidak berkata apapun, bahkan untuk sekedar menenangkannya. Pemuda itu juga terlarut dalam perasaan yang aneh. Membuat matanya semakin lama semakin perih dan akhirnya berkaca-kaca.

Namun Franky segera dapat menguasai dirinya kembali. Ia menarik nafas panjang lalu membuangnya jauh-jauh. Melihat Helfre yang tidak lagi sehisteris beberapa menit lalu, Franky memberanikan diri untuk bertanya.

''Maaf, Tuan Helfre. Jika anda tidak keberatan, bisakah anda memperkenalkan diri anda?'' tanya Franky dengan sangat hati-hati.

''Oh, emm..yah. Tentu saja.'' jawab Helfre sambil mengusap sisa-sisa air matanya.

''Sebelumnya tuan muda, anda cukup memanggil saya Helfre saja tuan,'' lanjutnya.

''Baiklah. Tapi aku minta, anda juga cukup memanggil saya Franky saja,'' sahut Franky.

''Maaf, tetapi saya tidak bisa melakukannya. Didalam surat kontrak disebutkan bahwa kami harus memanggil tuan kami dengan nama tuan atau nyonya.''

''Surat kontrak apa?''

''Surat kontrak perjanjian kerja, tuanku.''

''Surat kontrak perjanjian kerja?''

''Yah. Saya adalah twigigt, anda ingat? Turun temurun kami bertugas untuk membantu para penduduk Afromesia. Maka untuk menjaga agar hak-hak kami tidak dilanggar, dibuatlah surat kontrak perjanjian kerja. Saya termasuk yang beruntung diantara lainnya. Karena sekitar dua puluh enam tahun yang lalu saya ditugaskan untuk membantu ayah tuan,''

''Jadi... Kau seperti pembantu, begitukah?''

''Sebenarnya kami lebih senang dipanggil penolong. Tapi pembantu juga sama saja artinya. Yah, seperti itulah kami,'' jawab Helfre.

Read More...

Cuap-cuap

Entri Populer

The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku